Curhat Nih, Drama Asisten Rumah Tangga!

Halo, pembaca setia blog Innova. Ah, ya aku belum punya sebutan khusus buat readers aku di blog ini, tapi percayalah apapun itu aku sangat menghargai setiap page views dan komentar yang masuk.

Beberapa hari belakangan saya mulai men-seriusi satu topik yang sebenarnya sudah lama menjadi momok, atau mungkin drama ya buat mostly "working mom", yaitu asisten rumah tangga, alias ART. Nahhhh! Saat ini, posisi saya memang adalah "stay at home working mom", alias ibu rumah tangga yang bekerja dari rumah. Buat yang mau tau saya bekerja sebagai apa, saya aktif sebagai admin jasa impor barang dari luar negeri.


Ternyata, rempongnya ngga kalah sama buibuk yang bekerja di kantor. Ya, saya pun sama kok, anak tetap menjadi prioritas, dan enaknya sih saya tidak kena macet di jalanan. Ngga enaknya apa? Kalau tidak ada ART, maka hari-hari awal kekosongan hati posisi ART ini menjadi hari-hari yang memaksa saya untuk tangguh.

Saya sudah gonta ganti ART beberapa kali, dan saya pengen cerita di sini supaya bisa plong, karena saya yakin banyak ibu-ibu yang senasub dengan saya, percayalah Anda ngga sendiri kok, jadi saya sekalian curhat supaya hati tetap tenang dan lega. Sebelum cerita, saya terkadang prihati mendengar cerita ibu-ibu lain, teman, dan saudara yang dikibuli oleh yayasan penyalur tenaga kerja ART ini. Kenapa? Banyak, mulai dari biaya admin yang mahal, dan yang paling sering terjadi adalah selepas masa garansi, maka akan ada "seribu alasan" si mbak ini pengen berhenti kerja.

Tips: Sebaiknya, begitu si mbak ini sudah mulai bekerja, berikanlah nomor hp yang baru (kasih iming-iming pulsa diisikan juga bisa), supaya dia pakai nomor baru, setidaknya yayasan atau calo-calo lain kesulitan untuk membujuknya. Ini nggak 100% working, tapi dari teman-teman ini lumayan memperpanjang usia mereka bekerja.

Aku sendiri sih belum pernah pakai ART yang nginep karena lokasi tinggalku di apartemen lumayan sempit kan, jadi ngga ada kamarnya gitu deh. Untuk ART yang jagain anak-anak, saya sudah ganti sampai saat ini 3x, tidak termasuk yang baru coba kerja 1 hari udah ngga kerasan.  namanya Mawar. Si Mbak Mawar ini bekerja di saya kira-kira tahun 2015 awal, yang masukkin itu mbak yang bekerja cuci gosok. Iya, saya pakai 2 ART, 1 untuk jaga anak + bersih-bersih, dan 1 untuk cuci gosok. Mbak Mawar ini usianya hampir 40, dan anaknya dibawa keduanya pas kerja. Dia kerja lumayan lama, sampe 1 tahun, sampe katanya dia diminta suaminya balik (suaminya di Bogor). Mungkin si bapak kesepian, akhirnya dia berhenti karena balik kampung.

Ganti mbak kedua, hanya bertahan selama 2 bulan saja. Namanya Melati, masih muda usia 30 tapi belum punya anak, jadi agak kikuk mengurus bayi dan anak balita saya. Di bulan kedua, Melati berhenti kerja, setelah gajian langsung ngga masuk lagi. 

Mbak ketiga, namanya Mika. usia masih mudah 25an, dengan 1 anak, anaknya di kampung. Pinter sih, dan dia mau terima hibahan lipstik preloved saya, eh ternyata 1 bulan kerja ngga masuk lagi setelah gajian.

Dan satu orang lagi yang baru masuk Senin minggu ini, baru satu hari kerja, sudah ngga masuk lagi besoknya dengan alasan sudah diterima kerja di tempat lain. Ah sudahlah! Saya ngga terlalu ambil pusing juga.

Saya berpikir, apa yang salah? Yah, dari tanggapan-tanggapan yang sudah-sudah memang para ART ini adalah jenis sumber daya manusia yang susah dikendalikan, karena mostly maaf uneducated. yang membuat saya kesal itu terkadang kita sudah berusaha memperlakukan mereka dengan baik, namun pas mau berhenti ternyata ngga ada itikad baiknya sama sekali, alias langsung cabut, atau berhenti dengan alasan yang dibuat-buat, alias bohong. 

Sekarang sementara saya tanpa ART jagain anak-anak. Kalo ditanya capek, ya pasti capek, ditambah kesibukan utama, terus ada online shop yang perlu dipacking setiap hari, juga kesibukan blog.

Memang susah berdamai dengan kenyataan, memang punya ART sih lebih asik, bisa bobo-bobo cantik sementara anak dimandiin sama ART. Saya turun tangan kalau keduanya sudah jejeritan aja. Saya sendiri bukan penyuka bangun pagi, juga bukan ibu-ibu idealis yang tidak butuh asisten. Apalagi untuk mengikuti mewahnya MPASI yang di-share di facebook, alangkah asiknya punya ART.

Suami saya untungnya baik dan pengertian banget, beliau ini bukan orang yang memaksa setiap hari harus ada masakan mama di meja kerja (saya tidak punya meja makan di rumah), jadi kalau pas lagi banyak kerjaan dan saya tidak sempat masak pun bisa order makanan dari luar. Tapi tetap saya idealis kalau makanan untuk anak dan bayi, saya yang masak sendiri.

Tapi saya juga bersyukur ART yang selama ini datang dan pergi orangnya baik-baik, ngga ada yang keluar dengan cara ribut-ribut, semuanya rata-rata keluar dengan anggunnya (tanpa bilang) setelah menerima gaji. Hmmm, saya jadi mikir apa gajiannya ditelatkan saja ya biar gak segampang itu keluar masuk kerja? Atau ada tips-tips untuk bisa punya ART yang awet ya? Haha....sudah ah curhatnya, saya mau masakin anak-anak dulu, ngga ada mbak nih.

See you in my next post, please drop comment below so we can know your experience too

3 comments

  1. Jaman sekarang susah ya cari ART yg baik. Mental anak muda kita, makin sini makin mencintai sesuatu yg instant. Mau sukses, tapi malas bekerja...

    Keluarga saya akhirnya sudah 8 tahun terakhir tidak pakai ART. Susah soalnya, gak ada yg awet...

    Salam kenal ya
    http://www.emotionalflutter.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya juga dalam 1 tahun terakhir sudah beberapa kali ganti haha, untungnya ngga pake bayar admin yayasan

      Delete