Sisi Gelap Bisnis Impor Barang China




Menekuni bisnis impor selama bertahun-tahun, menyadarkan saya bahwa berbisnis tidak semudah yang dikatakan di seminar-seminar. Saya tidak bermaksud menakuti, tapi lebih menyadarkan namanya bisnis itu ada risikonya. Ya, bisnis apapun itu, tidak lepas dari yang namanya risiko. Untuk mengelola risiko supaya sangat minim, setidaknya kita perlu tahu risikonya apa saja.

Ada beberapa hal terkait bisnis impor barang China yang kita perlu tahu sebelum memulainya:
1. Perang harga
Ini umum ya terjadi di pasaran, jualan barang apapun pasti ada yang namanya perang harga. Nah, untuk barang impor China, di sini saya khususkan untuk barang-barang kecil dan unik, atau barang umum seperti masker yang menjadi kebutuhan sejuta umat. Pada saat awal PSBB tahun 2020 lalu harga 1 kotak masker impor dimulai sekitar 20ribuan, lama kelamaan karena banyaknya orang yang melakukan impor barang, harga jadi turun sampai menyentuh 10ribu satu kotaknya. 

Perang harga ini menyebabkan tergerusnya keuntungan dan wajib banget menjual barang dalam kuantitas yang besar, supaya bisa menutupi biaya operasional. Kalau memang bermodal besar, tidak masalah. Kalau pebisnis yang baru mulai dan bermodal kecil? Cobalah lebih selektif memilih barang yang "laku".

2. Biaya iklan marketplace yang tidak murah
Biaya iklan di tokopedia contohnya, ini dimulai dari 400 rupiah setiap kliknya dan per hari minimal 12 ribu rupiah yang harus dikeluarkan untuk biaya iklan. Di marketplace lain kurang lebih sama, sekitar $1 untuk per hari supaya barang yang kita jual terlihat dan muncul di pencarian atas. 

Bisa tidak tanpa iklan? Tentu saja bisa, walaupun memang lebih cepat barang kita terlihat jika diiklankan. Itu yang tadinya saya pikirkan, sayangnya ternyata tidak demikian. Pernah mengiklankan barang dengan kata kunci yang sama seperti pengiklan, tidak muncul sampai harus scroll bawah banget. Bye.

3. Barang rusak
Barang impor China jika kita berbisnis barang kecil dan unik, pada saat barangnya datang itu biasanya ada yang rusak, atau cacat pabrik. Hal ini tidak terhindarkan, jadi alokasikan sebagian keuntungan untuk meng-cover hal ini. Contoh, jika kita menjual barang mudah pecah, seperti tempered glass, atau cermin kecil, atau kotak makeup akrilik.

4. Barang mulai "tidak musim"
Ini mengingatkan saya pada jamannya mainan fidget spinner beberapa tahun lalu. Pada saat musim, barang tersebut laku bahkan hingga harga 50 ribu rupiah. Begitu musimnya mulai sirna, menjualnya seharga 10 ribu rupiah saja terasa berat. Saya jadi kepikiran bagaimana yang sudah terlanjur menyetok banyak ya? 

5. Perubahan barang dari supplier
Supplier barang China ini nggak hanya satu toko. Saat barang yang kita jual habis, kan pasti sebelum habis kita akan order kembali. Nah, suka terjadi nih pas mau kulakan barang, ternyata suppliernya malah kirim barang yang berbeda. Bukan beda secara fungsi, tapi kadang bisa beda material, beda bahan, warnanya agak sedikit lari dari kenyataan, intinya beda dari barang kiriman pertama. Ini tidak selalu terjadi, kalau suppliernya terpercaya, tapi ya tidak menutup kemungkinan.

6. Supplier menghilang
Ini kadang terjadi jika yang kita beli adalah toko yang hampir tutup dan jual murah. Risikonya sih kita akan kehilangan supplier murah dan penjualan barang tidak kontinyu.

Wah, sebanyak ini sisi gelapnya? Terus bagaimana, nggak usah berbisnis nih? Oh tentu tidak, itu pilihan setiap orang. Di sini saya hanya menyeimbangkan supaya kita tidak "terbuai" oleh impian kalau berbisnis itu selalu indah dan manis. 

See you in my next post, please drop comment below so we can know your experience too

No comments

Post a Comment