Wah, byuti blogger kok sok-sokan menulis keuangan? Iya dong, uangnya diatur biar tetap bisa beli makeup.
Di postingan kali ini saya pengen ngobrol santai dan berbagi dengan para milenial yang punya cita-cita tinggi untuk menikah muda, cepat dihalalkan, dan memiliki hidup yang instagrammable. Spesifik sekali, kenapa mereka? Karena kalau sudah ibu-ibu biasanya ya sudah tahu, tapi tak apalah, siapapun boleh baca kok, namanya juga berbagi.
Saya hidup di Jakarta lumayan lama, namun sering sekali tersakiti dengan pertanyaan, "Mbak, baru datang dari Jawa ya?". Karena logat jawa yang tak luntur dan memang sudah jadi ciri khas, hahaha.
Hidup di Jakarta itu keras, katanya. Apa-apa mahal, dan serba tidak mudah. Tapi kok orang masih saja berbondong-bondong ke Jakarta? Coba saja lihat kenaikan jumlah pemudik dari ibukota setiap tahunnya, belum lagi balik ke Jakarta bawa sanak saudara dan tetangga. Sudah tau Jakarta keras kok ya tetap mau datang, termasuk saya.
Awalnya saya di Jakarta tahun 2005, pas baru lulus sekolah, silakan dihitung umur saya. Dengan keilmuan yang dangkal, skill pas-pasan, saya berhasil dapat kerja dengan mengandalkan koneksi. Yes, jangan malu mengandalkan koneksi untuk cari kerja, yang penting halal. Tidak perlu idealis, asalkan dapat kerja dan ada penghasilan tetap dulu. Tahun 2006 saya berhenti kerja dan pindah ke Surabaya namun karena tidak betah maka pada tahun 2007 saya kembali lagi ke Jakarta.
Kapan-kapan saya cerita-cerita, tapi sesuai judul saya kepengen berbagi, berapa sih biaya hidup di Jakarta dengan 2 anak seperti saya? Biar yang kepengen nikah muda minimal cari pasangan yang sudah established, asal jangan suami orang yeh.
1. Cicilan rumah / apartemen
Tinggal di Jakarta, minimal setiap bulan pasti keluar duit untuk membayar papan. Baik yang masih kost, sewa, maupun milik sendiri, biaya ini tetap. Cicilan ini kalau saya sebulan sekitar Rp 7.000.000 untuk apartemen pertama. (ada apartemen kedua, tapi bukan ditinggali, anggap saja investasi) Buat yang mau beli rumah di bilangan Jakarta, ya memang harganya selangit, karena penduduk jumlahnya terlalu banyak. Lebih baik sih sewa saja kalau memang belum ada dana untuk membelinya.
2. Makan setiap hari
Hmmm, uang sayur saya nggak hitung tapi kira-kira ya sekitar 100.000 per hari, berarti sebulan 3 jutaan ya. Oke, kasih angka Rp 3.000.000.
Biaya makanan ini bisa membengkak kalau sering jajan via order online, karena ya itu jelas lebih mahal daripada masak sendiri. Jadi kalau mau hidup lebih hemat, skill masak sedikit demi sedikit perlu ditingkatkan.
Biaya makanan ini bisa membengkak kalau sering jajan via order online, karena ya itu jelas lebih mahal daripada masak sendiri. Jadi kalau mau hidup lebih hemat, skill masak sedikit demi sedikit perlu ditingkatkan.
3. Internet dan listrik air
Rp 2.700.000
Wah kok banyak? Iya ini sudah termasuk biaya maintenance karena saya tinggal di apartemen. Beberapa tempat tinggal masih banyak pilihan yang lebih murah juga sih.
4. Uang sekolah anak
Rp 2.400.000
Ini dua anak, bukan sekolah yang mahal banget, tapi cukup bagus-lah. Sekali lagi, di sini angkanya bukan satu patokan bahwa pasti habisnya segitu, banyak juga sekolah bagus yang angkanya tidak segitu, cuman nyari sekolah ini pertimbangan ya, selain dekat juga sekolahnya setidaknya sudah reputable.
Beberapa variabel juga saya pertimbangkan, namun sekali lagi, preferensi sekolah ini tiap orang berbeda, jadi ya tidak bisa disamakan.
Beberapa variabel juga saya pertimbangkan, namun sekali lagi, preferensi sekolah ini tiap orang berbeda, jadi ya tidak bisa disamakan.
5. Dana lain-lain
Rp 1.500.000
Ini ada saja kepake-nya, bisa pas anak sakit ke dokter, atau buat belanja kebutuhan tak terduga, minimal buat vaksin anak yang tidak ditanggung oleh pemerintah.
Total: 16.600.000, di luar gaji karyawan dan ART.
Wah banyak ya? Hehe, iya sih, makanya kenapa Jakarta itu keras. Tenang saja, kalau hanya berdua dan belum punya anak maka pengeluarannya ya tidak sebanyak ini kok.
Dengan gambaran ini, jadi tau berapa yang harus dialokasikan jika hidup di Jakarta. Apalagi pas ditanya gaji, bisa lebih realistis. Bukannya meminta gaji yang "terlalu tinggi" atau sekedar saja, tapi at least bisa menyebut satu angka yang masuk akal.
Mungkin ada pengeluaran yang belum saya rincikan? Komen dong biar nanti saya update.
See you in my next post, please drop comment below so we can know your experience too
No comments
Post a Comment